Tuhan Kami Satu, Tapi Berbeda

Bersambung dari Bagian Dua

Bagian 3

Kedekatanku dengan Marcelino semakin bertambah. Persepsiku terhadap dia Si Sok Model atau Mr. Popular dan sebagainya berangsur-angsur hilang. Dia benar-benar berbeda setelah aku mengenalnya lebih dalam. Akhir-akhir ini aku sering diajak untuk berkumpul bersama teman-teman populernya. Cukup menyenangkan juga mengenal mereka secara lebih dekat. Ternyata mereka tidak se-sombong yang aku bayangkan. Mereka cukup menyenangkan untuk dijadikan teman. Perbedaan dari mereka para populer dan kami para cupu ternyata hanya berbeda dari kadar kepercayaan diri dan narsisme. Mereka kebanyakan memiliki kepercayaan diri melebihi batas normal dan tingkat narsisme yang kelewatan dibandingkan para geek yang terlanjur rendah diri.

Selang beberapa waktu, kosakata Gue-Lo berubah menjadi Aku-Kamu. Kami menjadi sering pergi berdua. Dia mengajakku makan berdua, hang out berdua dan pergi nonton berdua. Menyenangkan sekali bisa menghabiskan waktu dengannya yang mau mendengarkan aku berceloteh tentang menjahit kepadanya. Bahkan dia mau  membantuku untuk membuatkan web online shop untuk hasil karyaku agar bisa dipasarkan lebih baik lagi.

Dia tak merasa keberatan ketika aku asik menggambar design dan tidak memeperdulikannya. Dia mengingatkan aku untuk sholat ketika aku terlalu larut dalam kesibukanku sendiri. Dia merapikan poniku yang basah setelah berwudhu dan menyimpan sebuah mukena+sajaddah dalam dashboard mobilnya. Tak ayal aku jatuh cinta padanya dan tak kuasa menolaknya saat dia menyatakan bahwa dia menyukaiku.

Kebersamaan kami penuh cinta. Tapi selalu ada hari dimana kami berdua merasakan duka. Bagaimana tidak? Tuhan kami satu tetapi berbeda. Aku yang berdoa dengan cara menengadahkan telapak tangan, sedangkan dia berdoa dengan menyatukan kedua tangan.

Aaah, kami tidak suka membahas topik ini. Biarkan saja hidup mengalir seperti air.

Beberapa orang menggunjingkan hubungan kami. Membahas perbedaan diantara kami. Mereka bilang, masalah kami adalah masalah prinsip. Kami tak peduli, sengaja berpula-pura menjadi tuli. Apa salah kami? cinta ini telah tumbuh di dalam hati! Mengapa orang-orang seakan tak mengerti, persoalan hati memang rumit sekali.

***

Aku berbaring di pangkuan Marcelino sambil membuka-buka portfolio milikku selama ini.

"Di, kamu udah Sholat Ashar?"

"Aku lagi ga solat Cel"

"Hmmm ... Kamu ga akan wudhu dong?"

"Iya, emangnya kenapa?"

"Aku suka wajahmu sehabis wudhu!"

Aku tersenyum mendengar pengakuannya. menutup file portfolioku dan menatap wajahnya yang kini menatap wajahku juga. Aku tidak mau detik seperti ini menghilang dalam hidupku. "Menurut kamu, kira-kira sampai kapan kita akan bertahan seperti ini Cel?"

Marcel menggenggam bandul salib yang menggantung di lehernya.


TAMAT

Comments

Popular Posts