Monolove
Gadis yang telah melemparkan aku ke negeri asing
itu teganya melupakan aku! Aku akan buatnya mengingatku kembali! Menyulapnya
menjadi miliku. Hanya miliku!
~ Gina
Bagian 2
Setelah hari itu aku semakin gencar menemuinya. Aku menemuinya di
cafetaria, menunggunya di koridor kelas, duduk disampingnya saat di
perpustakaan, memesan minuman yang sama saat di coffee-shop, menunggu
bus di halte yang sama, pendek kata aku berusaha ditempat yang sama dengan
dirinya. Dia terlihat kesal tiap kali dia melihat sosokku di dekatnya. Apalaji jika
aku menirukan apa yang sedang dia kerjakan. Wajahnya akan merona menahan marah.
Terkadang dia memarahiku. Tapi bentakannya terdengar seperti alunan melodi yang
aku rindukan.
“Sebaiknya kamu pasrahkan saja untuk aku isengi! Hanya hingga akhir minggu
depan saja! Setelah itu kau yang memutuskan!” kataku suatu hari saat aku
kembali menemukannya di cafetaria bersama sekotak doughnut isi krim. Kurasa
dia penggemar berat doughnut ini.
Dia terlihat berfikir dan sepertinya menganggap bahwa menerima tawaranku
adalah satu-satunya jalan yang dia punya agar bisa terbebas dari aku yang
selalu mengikutinya seperti hantu.
“Iya! Aku terima! Hanya hingga akhir minggu depan!” jawabnya ketus. Kedua pipinya
sedikit menggembung menggemaskan.
Jawaban itu jawaban paling ketus selama ini tapi itu seperti jawaban ‘Bahwa
aku masuk surga’. Aku bersorak kegirangan. Beberapa orang menatapku seolah
bertanya, ‘Apa yang membuatmu bahagia?’. “She accepted me!” teriakku
pada mereka. Mereka hanya tertawa. Sepertinya ikut senang kerena aku bahagia.
Tapi sebuah tanggan halus menarik bajuku lalu tangan lainnya menutup
mulutku. Dia tidak suka jika aku mengekspresikan kebahagiaanku. Tapi justru
dengan begini aku merasa kebahagiaanku makin berlipat ganda. Skinship. Sentuhannya
membuat jantungku berhenti berdetak sepermili-detik kemudian berdetak seperti
aku habis berlari maraton.
Semenjak itu aku semakin mudah mendekatinya. Tak sulit bagiku untuk
menghabiskan banyak waktu dengannya. Aku membelikan doughnut favoritnya,
meski sesekali aku meminta beberapa gigit hanya untuk mengisenginya. Aku menemaninya
belanja di supermarket. Terkadang aku bermain-main dengan rambutnya yang hitam
dan panjang, memilinnya sesukaku saat dia sedang asik membaca buku. Aku bahkan
pernah membantunya mencat kukunya. Meski harus aku akui bahwa hasinya sangat
buruk, tapi aku menghabisnya banyak
waktu hanya berdua dengannya.
Tapi sungguh disayangkan, hingga saat ini dia tidak pernah menanyakan
siapa-aku. Dia tak pernah berusaha mencari tahu mengapa aku melakukan ini
semua. Aku rasa mengisenginya seperti ini tidak akan memberikan hasil yang aku
inginkan sementara waktu yang aku miliki tidak banyak lagi. Jadi aku putuskan
untuk memakai cara lain.
“Dengar, akhir dari perjanjian kita adalah 2 hari lagi dan aku ingin
membuatnya tak terlupakan. Besok aku tak akan mengisengimu tapi sebagai
gantinya, kau mau kan menghabiskan malam terakhir itu hanya denganku?”
Dia sangat terkejut mendengarnya, “Ooow, aku kira ‘itu’ tidak termasuk dari
sebuah keisengan!”
“Eeey, kau salah mengartikan! Aku hanya ingin mengajakmu sky dinning!”
Raut wajahnya berubah kaku, “Baiklah, kau yang bayar!”
Aku mengeluarkan dua lembar voucher dari saku jaket “Aku punya
sesuatu yang tak bisa aku gunakan. Mungkin kau bisa memanfaatkannya sebelum
melewati batas kadaluarsa!”
Dia menerimanya tanpa banyak berkomentar seperti biasa. HP ku bergetar, aku
harus segera pergi mempersiapkan rencana selanjutnya.
***
Aku menemui salah satu temanku di apartmentnya. Oliver Queen. Putra dari kerajaan
Queen Inc. yang berbasis di Amerika. Dia salah satu temanku saat menuntut ilmu
di kota ini. Aku menceritakan banyak hal padanya, termasuk gadis ini.
“Dewaaa” katanya lalu memelukku dengan erat ketika pintu lift terbuka.
“You’re look great!” kataku memujinya karena dia yang bertelanjang
dada berhasil membentuk enam kotak pada perutnya.
Dia tertawa renyah. Dan menuntunku
ke ruangan bersofa.
“Jadi semua ini untuk gadis itu?”
Aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya.
“Gadis macam apa yang bisa membuat anak disleksia sepertimu menjadi chief-internal-auditor
di Queen Inc.?”
“Dia gadis yang luar biasa Oli! Dan sejujurnya, aku sangat berterimakasih
pada ayahmu yang memberikan pekerjaan ini! dan juga padamu. Kau mengambil andil
dalam kesuksesan hidupku!”
Oliver tertawa senang mendengarnya. “Tapi aku rasa ayahku lebih senang jika
kau saja yang menjadi anaknya!”
“Kau seharusnya segera menyelesaikan thesismu! Mungkin itu akan membantunya
menghilangkan kerutan di wajahnya”
“Tentang gadis itu, apa dia sudah mengingat bahwa kau adalah temannya
diwaktu kecil?”
“Aku rasa belum! Itulah alasanku untuk meminta bantuanmu. Aku tak punya
banyak waktu, akhir bulan ini aku harus kembali ke NY!”
“Sungguh? Dia tidak ingat bahwa kalian memiliki hubungan sangat kuat saat
masa kanak-kanak dulu?”
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
***
Oliver Queen meminjamkan limosin dan supirnya kepadaku. Sebuah permintaan
yang sangat mudah baginya. Aku membawa sedan mewah ini ke pusat kota
Manchaster, menjemput gadis spesial itu. Aku meremas tangan kananku yang
sedikit gemetaran. Menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan jangtung yang
tak berdetak terlalu cepat. Setelah aku rasa aku dapat mengendalikan lagi
tubuhku, aku menekan bel kamarnya.
Tak ada yang terjadi setelah lima detik berlalu. Aku kembali menekan bel
nya lalu tiba-tiba pintu terbuka. Sungguh aku tidak dapat mengedipkan mataku
pada malaikat yang ada di hadapanku sekarang. Gadisku, dia seorang wanita yang
luar biasa. Aku langsung mengamit tangannya dan menariknya pergi, aku tak akan
bisa sanggup menatapnya lebih lama. Aku bisa terhipnotis dengan kecantikannya
lalu tak bisa berbuat apa-apa.
Aku mengantarkannya pada limo yang sudah diparkir di depan pintu utama
asramanya. Dia sepertinya sedikit terkejut. Aku membukakannya pintu dan
membungkuk seolah dia seorang ratu. Ya, dia memang pantas dapatkan itu.
Aku kehilangan kata-kata untuk sedikit bercengkrama dengannya. Jadi aku
langsung saja ke tahap selanjutnya, memberikan dia minuman yang paling dia
sukai yang sudah aku persiapkan. Aku memberikan dia sebuah gelas wine
kosong, tapi dia menggeleng tanpa mau menerimanya. Aku bisa tebak bahwa dia
tidak mengkonsumsi alkohol, tapi bukan itu juga yang akan aku suguhkan padanya.
“Eemm, sebenarnya jujur saja, limo ini milik Oliver Queen. Kau tahu dia
kan? Dan aku meminjam limo ini beserta supirnya gratis, tapi dia tidak memberi wine
atau champagne secara gratis.” Kataku singkat seolah dia harus tahu
informasi itu. “Dan aku tahu kau lebih suka orange juice dan aku bawakan
orange juice perasanku sendiri” kataku lagi sambil menunjukkan sebuah
botol dengan perasan jeruk didalamnya.
Dia tertawa lepas mendengar penjelasanku. Memamerkan deretan gigi putihnya
yang rapi. Aku harap dalam waktu yang singkat ini aku berharap dapat membuatnya
mengingatku, jatuh cinta padaku.
- Bagian 2 Tamat –
Comments
Post a Comment
Free to speak up is still under circumstances, no violence