Balada Malam Minggu: Tenaga yang Ku Punya

Semakin bertambah usia semakin membuat saya sibuk berdiskusi dalam kepala. Membicarakan ini-itu sendirian, mencoba memahami dan memikirkan dari berbagai sisi sebelum akhirnya saya mencetuskan isi pikiran. Saya tidak yakin apa di jaman 80-90an berpendapat akan se-'begini' merepotkan, ataukah hanya saya yang punya ketakutan yang berlebihan?

Saya bukan tipe orang yang ribet. Kalau saya mau dan mampu tentu akan saya lakukan. Kalau saya tidak mampu, ya akan saya tunda realisasikan. Saya punya sederet resolusi tahunan, tapi hanya ada segelintir prioritas yang mampu saya tetapkan. Saya tak jadikan itu persoalan. Saya faham itu namanya kehidupan. Tak melulu yang diharapkan menjadi kenyataan.

Di usia menuju 30 ini saya mulai memahami, bahwa saya tidak bisa mengontrol orang sekehendak hati. Saya yang dibesarkan di lingkungan homogen cukup terkejut ketika harus hidup di lingkungan dengan perbedaan yang tinggi. Semakin syok menyadari bahwa spektrum warna tidak hanya pelangi. Memahami orang yang aku pikir bisa dilakukan dengan toleransi, kini saya dapati sebagian orang hanya mementingkan diri sendiri.

Nyatanya ada orang yang menggunakan orang lain untuk mencapai tujuannya. Menggunakan orang lain untuk menjadi tamengnya, bumper-nya. Dia gunakan orang lain layaknya lilin yang digunakan penjual masakan menghalau lalat. Ya kalau masakannya busuk, berapapun lilin yg dinyalakan tetap saja mengundang lalat. Kalaupun berhasil menghalau lalat, tidak mengubah kenyataan bahwa masakannya memang busuk, dan mampu meracuni siapapun yang menyantapnya.

Aku lalu kembali begulat dengan kepalaku. Entah apa yang mereka pikirkan tentangku ketika aku sendiri punya penilaian tentang mereka. Aku rasa cukup sampai disini saja. Aku punya harapan, dan itu cukup aku panjatkan kepada Tuhan Semesta Alam.

Comments

Popular Posts