Level 2: Melatih Kemandirian Day #6
Berapa lama saya akan hidup
mendampingi anak saya? memikirkannya selalu membuat saya takut.
(Mama Ibnu, 2015)
Saya selalu dihantui ketakutan akan kehidupan akhir kelak. Semenja saya
lajang, saya memahami bahwa dunia fana ini begitu kejam. Kejam dalam arti dia
mampu menipu kita lalu menyesatkan kita ke neraka. Beruntung saya bertemu
dengan orang-orang baik yang memberikan saya pemahaman bahwa ada banyak cara
yang bisa menyelamatkan kita di hari akhir kelak. Salah satunya adalah anak
yang shalih.
Saya begitu terobsesi memiliki anak yang shalih yang mampu mengantarkan
kami orang tuanya ke dalam surga. Lewat rapalan doanya yang tidak pernah putus,
kami berharap bahwa setelah kami mati kami bisa tetap mendapatkan aliran pahala
karenanya. Saya mulai merapalkan banyak doa. Mulai dari meminta jodoh tanpa
berpacaran, hingga memiliki anak berhati lembut juga kuat.
Allah memang Dzat Maha Segalanya. Semua doa saya dikabulkan. Saya menikah
dengan laki-laki yang saya kenal di masa kecil. Saya mendapatkan anak yang
teguh pendiriannya sekaligus memiliki empati yang tinggi. Menjadi istri juga
ibu membuat saya semakin berharap bahwa jalan masuk saya ke dalam surga semakin
besar. Tapi surga memang sulit sekali untuk diraih. Meski secara teori rida
suami serta anak shalih yang mendoakan orang tuanya sudah cukup menjanjikan
untuk mengantarkan saya ke surga, namun dalam praktiknya menjalani keduanya
sungguh memiliki tantangan yang luar biasa. Butuh tekad juga usaha keras bagi
para perempuan untuk mendapatkan rida suami juga menjadi orang yang selalu
dirapalkan namanya dalam doa si buah hati.
1 Week 1 Skill: Membaca doa
untuk orang tua
Skill menggunakan alat potong sudah dilalui selama hampir seminggu. Dengan latihan
memotong setiap hari, Ibnu semakin mahir menggunakan pisau juga gunting. Meski belum
genap seminggu, saya memutuskan untuk menambah satu skill baru: membaca doa
untuk orang tua.
Skill ini pernah saya coba asah di awal bulan Januari. Hasilnya belum
banyak terlihat. Beberapa kali Ibnu alpa merapalkan doa ini, (jujur) lebih
banyak ‘skip’-nya. Insya Allah sekarang akan lebih diintenskan lagi praktiknya.
“Berapa lama saya akan hidup mendampingi anak saya?”
Mama Ibnu - 2019 akan menjawab, “saya tak peduli, saya akan mempersiapkan
anak saya sholih dan mandiri sejak sekarang juga.”
Comments
Post a Comment
Free to speak up is still under circumstances, no violence