Level 2: Melatih Kemandirian Day #2
Berapa lama saya akan hidup
mendampingi anak saya? memikirkannya selalu membuat saya takut.
(Mama Ibnu, 2015)
Anak saya lahir prematur. Dia begitu rapuh dan dunia ini terlalu kejam
untuk dihadapi tanpa memiliki keahlian apapun.
Yang bisa mama lakukan adalah mempersiapkan anak menjadi pribadi kuat dan
mandiri. Dia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri karena dia percaya pada
kemampuan dirinya. Saya jadi teringat pada obrolan kami tanggal 17 April saat
diadakan Pemilu. Saat sore, perhitungan suara untuk presiden dimulai, Ibnu
memaksa saya untuk menghentikan pekerjaan dan mendengarkan sayup-sayup pengeras
suara dari TPS dekat rumah kami.
“Ma, kok dia hanya hitung 1-2, 1-2 saja? Kalau Ibnu sudah bisa hitung
1-2-3-4-5 karena Ibnu mau belajar berhitung bersama mama. Orang itu harus
belajar juga sama mamanya supaya bisa berhitung seperti Ibnu”
*hasil penerapan memuji dengan jelas: (Waaah, karena Ibnu mau belajar
berhitung, Ibnu jadi bisa menghitung. Ibnu hebat bisa berhitung)
Ibnu begitu percaya diri akan kemampuannya berhitung. Dia tahu bahwa
setelah 1 dan 2 ada angka 3, 4, 5 dst. Dia bahkan bisa menyarankan orang lain
untuk belajar agar kemampuannya meningkat (dari hanya bisa hitung 1-2 saja)
Oleh karena itu, untuk mengasah kemandiriannya, sesuai dengan masa
perkembanganya yang dalam tahap berinisiatif, berlakon layaknya orang dewasa,
saya melibatkan Ibnu dalam kegiatan-kegiatan domestik saya.
Kegiatan memasak bersama
Jika sedang memasak bersama, saya memantrai diri untuk jangan pernah
mengaharapkan apapun dari anak. Cukup pastikan anak memasak dengan aman. Tutup
mata dengan hasil kekacauan yang anak buat. Air tumpah, sampah yang berserakan,
wadah-wadah yang kotor. Puji dengan jelas bahwa ibnu sudah bantu mama memasak,
bahwa keterlibatannya dalam kegiatan memasak sungguh membantu mama.
Jika sudah selesai. Letakkan pisau di tempat yang aman. ambil sapu dan
pengki, sapu sisa-sisa kekacauan. Masukkan wadah kotor ke bak cuci lalu tinggalkan
dapur bersama sambil merasa bahagia.
1 Week 1 Skill
Seram sekali menyaksikan anak berusia 3 tahun menggunakan pisau tajam untuk memotong batang kangkung. Meski ini bukan kali pertama, dan tidak ada pula kecelakaan yang terjadi karenanya, tapi melihatnya selalu membuat saya khawatir pisau itu akan melukai Ibnu. Saya tidak bisa membiarkan Ibnu menggunakan pisau tanpa pengawasan.
“Berapa lama saya akan hidup mendampingi anak saya?”
Mama Ibnu - 2019 akan menjawab, “saya tak peduli, saya akan mempersiapkan
anak saya sholih dan mandiri sejak sekarang juga.”
Comments
Post a Comment
Free to speak up is still under circumstances, no violence