Takdir

Bukankah hidup ini melulu tentang pilihan? Sayang nya aku merasa bahwa aku terus saja memilih hal yang salah. Selalu ada setitik 'sesal' atas apa yang aku pilih. Ada saja hal bodoh yang buat aku tidak bersyukur atas apa yang aku dapatkan.

Tapi setidaknya aku bersyukur memilih menulis sebagai hobiku.

Berduaan dengan laptop. Berbincang dengan layarnya. Memandang sepasang mata indah dalam benakku sendiri. My muse. Silly, I've admitted it.

Well, akan lebih keren jika ada segelas kopi dengan asap menari diatasnya. Biasanya para penulis keren begitu. Tapi aku tak minum kopi. Lambungku lemah. Aku malas berurusan dengan sakit. Jadi biarkan saja urusan segelas kopi itu jadi urusan pria di depanku saja.

Aku menyebutnya S.

Pria tampan dengan tubuh atletis. Potongan rambutnya pendek. Selalu terlihat fresh dengan potongan rambut itu. Dia juga wangi. Aku masih belum tahu parfum apa yang dia gunakan, tapi tak lama lagi aku akan mengetahuinya. Aku akan maju ke bar, memesan tuna toast lalu menunggu 15 menit dan menikmati masa itu untuk menghirup aromanya.

Pathetic me.

Aku pikir ini akan menjadi rencana yang baik sampai akhirnya baru tiga menit berlalu dia melirikku, seperti nya dia sadar bahwa aku mengendusnya. Oke. Aku harus menghentikan semua ini 12 menit lebih cepat dari yang aku rencanakan. Tapi setidaknya aku sudah tau aromanya. Aroma maskulin dengan sedikit rasa manis. Begitu lah aku mendeskripsikannya. Aku rasa aku akan menghabiskan weekend minggu Ini untuk hunting parfum, agar aku bisa tahu apa brand yang dia pakai. Atau bahkan kami bisa tidak sengaja bertemu saat dia membeli parfum itu. Tangan kami bersentuhan misalnya. Itu bisa jadi awal berkenalan yang bagus.

Aku tersenyum tolol. Membayangkan takdir ciptaanku sendiri.

"Maaf!" Kata S tiba-tiba.

"Ya?!" Aku tersentak.

"Hmmm... maukah kau menikah denganku?"

"Apa?"

"Tenang saja, tidak perlu buru-buru menjawab. Kita bisa berkenalan terlebih dahulu"

Aaaaakkk, takdir Tuhan jauh lebih baik dari yang aku bayangkan!

Comments

Popular Posts