Layang-layang

Musim telah berganti. Tahun yang awalnya dipenuhi pemberitaan mengenai banjir dan tanah longsor kini berganti dengan berita kekeringan yang menimpa di beberapa daerah.

Tapi bukan itu yang hendak aku ceritakan. Ini mengenai layang-layang yang menjadi mainan populer di musim ini. Akhir-akhir ini Ibnu, anak pertamaku, sering sekali memainkannya bersama anak-anak kompleks. Selepas sekolah dia menghilang dan baru kembali ketika sore, saat dia harus bersiap pergi mengaji.

Yang menarik adalah sore tadi, saat dia pulang mengaji. Dia membawa sebuah layang-layang berwarna putih tanpa corak apapun. Dia mengaku menemukannya di beranda masjid lantai tiga, tersangkut di tiang bambu renovasi kubah.

Seusai makan malam dia berkutat dengan layang-layang penemuannya. Menggambar sepasang mata diatas permukaan putihnya lalu membubuhkan banyak warna merah pada mata itu. Dia membayangkan bahwa layangan dengan mata merahnya itu akan sangat keren mengudara. Seperti sepasang mata merah yang siap untuk menerkam mangsanya.

Sambil mengagumi mata besar merah yang kulihat seperti dua telur ayam ceplok dengan banyak saus diatasnya aku mengelus kepala ibnu. "Kakak tahu tidak cerita tentang layang-layang?"

"Layang-layang punya cerita, Ma?" Ibnu merasa tertarik dengan apa yang akan aku katakan selanjutnya.

"Iya, layang-layang punya cerita." Aku menutup layar laptopku lalu mulai mengarang cerita untuknya. "Duluuu sekali, tak ada yang tahu pasti kapan itu terjadi, layang-layang ternyata sangat membenci benang. Dia merasa benang tak menyukainya. Selalu saja menghalang-halangi layang-layang bermain dengan angin. Membatasi kesenangan dirinya untuk menikmati kebebasan selama ada di langit sana. Padahal Layang-layang sangat suka terbang tinggi"

Ibnu merasa layang-layang benar. Dia bisa menikmati lebih banyak pemandangan di atas sana jika tidak ada benang yang mengekang. Tapi anakku tak banyak bicara. Dia masih ingin tahu kelanjutan ceritannya.

"Suatu hari, saat layang-layang terbang, dia melihat pemandangan yang sangat indah. Angin bertiup kencang. Cukup untuk membawanya terbang lebih tinggi dan menikmati lebih banyak pemandangan. Tapi saat layang-layang berniat mengikuti angin, benang menahannya. 'Jangan terbang terlalu tinggi, cukup sampai disini saja'. Larangan benang membuat layang-layang merasa kesal. Dia diam-diam melepaskan benang lalu membiarkan dirinya terhempas angin.

Layang-layang merasa senang bisa bebas. Dia membiarkan angin membawanya ke tempat asing yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Tempat itu hijau, penuh dengan pohon-pohon besar. Sangat berbeda dengan yang biasa dia lihat, tanah lapang dengan beberapa tiang listrik serta bangunan-bangunan penuh manusia. 'Dengan benang yang mengikatku, mana mungkin aku bisa pergi melihat pemandangan hebat ini. Bahkan aku bisa melihatnya dari dekat tanpa harus dikendalikan oleh benang'.

Layang-layang terbang rendah mendekati pepohonan. Tapi tiba-tiba angin yang membawanya hilang. Dia jatuh terseok-seok menuju segerombol pohon. Sedetik kemudian angin kembali datang mengejutkan layang-layang. Layang-layang tak mampu menahan kuatnya dorongan angin yang tiba-tiba. Dia terperosok ke dalam sela-sela ranting pohon. Daun dan ujung ranting melukainya, menggores bahkan menyobek kertasnya.

Layang-layang menangis kesakitan. Namun tak ada seorangpun yang mendengarkan apalagi memberikan pertolongan. 'Huhuhu... Andai benang ada bersamaku saat angin datang, aku akan mampu menahan angin dan membuat liukan yang dapat antarkan aku ke awan'. Tapi benang sudah dilepaskan. Kini layang layang kesakitan dan sendirian."

Ibnu masih duduk diam mendengarkan. 

"Benang memang menyebalkan untuk layang-layang. Banyak membatasi gerak layang-layang di angkasa. Tapi ternyata tanpa benang layang-layang terbang tak tentu arah dan bahkan bisa terperosok karenanya."

Ibnu mulai memandangi layang-layangnya. "Akan aku ikat kuat layang-layang ini dengan benang supaya layang-layang tidak bisa melepaskannya sendiri."

Aku tersenyum mendengarnya. Semoga dia faham ada pesan yang aku selipkan dalam kisah layang-layang. 


-----------
Untuk anakku L. Ibnu

Comments

Popular Posts