Balada Malam Minggu : Teman

Berawal dari sebuah perkenalan dan dilanjutkan dengan interaksi beberapa kali, tanpa kejelasan kapan status sebagai teman bermula, tanpa standar pertemanan yang kongkrit, definisi 'Teman' muncul begitu saja setelah sebuah perkenalan dilanjutkan oleh beberapa kali interaksi sosial. Setuju-tidak-setuju kalian dengan definisi ini, tak perlu diperdebatkan disini, karena semua ini murni keluar dari gumpalan pink dalam tempurung kepalaku.

Hal yang ingin aku bahas adalah ketika teman yang kita temui tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang begitu spesial. Keberadaannya begitu dibutuhkan, suaranya begitu dirindukan, wajahnya selalu diimpikan --- Pendapatnya begitu penting, pemikirannya begitu berharga. Keinginan untuk selalu bersamanya berubah menjadi candu. Ada yang salah disini bukan? Awalnya adalah sebuah pertemanan yang muncul entah sejak kapan lalu berubah menjadi keinginan untuk memiliki dan menguasai.

Curhat di waktu malam, sapaan saat pagi menjelang, pengingat makan dikala siang hanya kamuflase hati yang terlalu takut katakan 'sayang'. Sebuah kata romantis yang bisa membuat pengakuan itu terdengar begitu manis. Tapi, kita semua sadar: saat tanggapannya positif, membuat hidup ini menjadi optimis, namun ketika tanggapannya negatif bukankan membuat hati ini menjadi miris?

Sungguh, saat 'teman berubah menjadi cinta' rasanya ada yang salah namun hati ini berbunga-bunga. Tapi apa masalahnya? Apa karena dia awalnya teman biasa yang berubah menjadi cinta? Apa karena hati ini tak sengaja jatuh pada perasaan yang tak pernah disangka sebelumnya?

Memikirkan ini tak akan pernah ada habisnya. Terlebih lagi memikirkan apa aku harus mengakui perasaan ini padanya? Apa dia harus tahu dengan rasa yang tak diduga tumbuh subur di tempat yang tak semestinya? Akan sangat menyenangkan jika 'gayung bersambut' perasaan itu dibalas dengan rasa cinta juga. Namun jika sebaliknya, bukankah ada rasa takut yang membayangi saat membayangkan dia tak memiliki rasa yang sama, yang menciptakan rasa canggung lalu berbuntut pada keputusan untuk saling menjauh. Ah, memikirkannya membuat hati kalut, berkabut pikiran jadi semerawut.

Lalu mulailah muncul pemikiran ini: Jika memang perasaan suka itu ada, kenapa tak dinikmati saja setiap detiknya? Bukankah perasaan menyukai lawan jenis itu normal dan manusiawi? Memangnya siapa yang bisa yang menjungkir balikkan hati sih? Hanya Tuhan yang punya kendali! Jadi, memang tak ada yang salah dengan perasaan ini, malah sepatutnya perasaan seperti ini dihormati, diberi ruang toleransi.

Lalu apakah perasaan ini harus selalu diungkapkan? Atau lebih baik mengendap tanpa dikatakan?

Jo-han: Jodoh ditangan Tuhan. Tak akan ada dalil atau sabda Suci yang akan aku selipkan dalam tulisan ini, tapi yang pasti Perasaan Cinta memang harus dihormati. Pengakuan cinta akan datang dengan sendirinya saat diri ini cukup baik dan matang untuk berhak menerimanya. Jadi yang sepatutnya dilakukan saat hati ini menyukai seseorang adalah memperbaiki diri, berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Gunakan energi dari perasaan suka untuk mem-boost diri melakukan kegiatan-kegiatan positif dengan penuh semangat. Bisa dengan semakin bersemangat menempuh pendidikan lebih tinggi, bersemangat untuk bekerja lebih giat supaya bisa meluluhkan hati keluarganya dengan menunjukan prestasi di kantor.

Tapi sungguh, memendam perasaan suka lebih sering bikin galau. Malah kalau dilihat dari beberapa pengalaman, curhatin orang yang disukai jadi hobi. Laah, jadi susah kan kalo begini?

Ya solusi yang paling masuk akal emang cuma harus bisa nahan diri, berserah diri kepada Yang Hakiki. Terus berusaha untuk memberbaiki diri, percaya deh akan ada buah manis dari penantian ini.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular Posts