Aku Yang Cinta



Dia pikir dia siapa? Lancang sekali merengut hatiku dan membawanya pergi ke negeri antah berantah! Lalu dengan enaknya dia meminta aku menunggu sampai batas waktu yang tak ditentukan. Dia keterlaluan!
~gina
Bagian 1

Pertemuan pertama kami singkat dan aneh. Tak lazim.

Saat itu langit cerah tiba-tiba saja menurunkan pasukan bulir air yang dinamakan hujan. Untung saja payung lipat selalu tersedia dalam tasku. Dengan cepat aku gunakan payung dengan motif pokadot warna merah muda itu menjadi tameng pelindung dari serangan hujan yang semakin deras. Tak disangka seorang pria menyelinap ikut berteduh tanpa permisi. Dia hanya tersenyum lebar memamerkan deretan giginya sambil berkata ‘hujan’. Orang bodoh macam apa dia itu?

Dia ‘menumpang’ perlindungan payungku hingga kami tiba di halte. Dia mengucapkan terima kasih dengan wajah berbinar ceria. Aku sempat terhenyak merasa familiar dengan wajahnya. Tapi tak mungkin dia si ‘brengsek’ itu. Wajahnya sekilas mirip. Hanya sekilas.

Rupanya kami menaiki bus yang sama. Tak heran, dia kini duduk tepat disampingku. Masih dengan tingkah konyolnya, dia duduk tegak, meletakkan kedua tangannya diatas pahanya lalu mulai memandangi orang-orang yang ada di dalam bus.

“Kau lihat ibu-ibu gendut itu? Dia tidak hamil, hanya saja perutnya buncit dan dikira sedang hamil” katanya sedikit berbisik di telingaku.

Mataku bergerak menatap ibu-ibu gendut yang dia bisikan itu. Kedua bibirku dipaksa mengatup menahan tawa. Dia benar, wanita gendut itu beruntung bisa mendapatkan tempat duduk prioritas karena dikira sedang hamil. Tapi aku segera mengendalikan diri. Aku mulai menyalahkan pria aneh yang telah membuatku bertingkah tidak sopan seperti itu.

“Aah, lihat gadis Asia itu! Cantik. Aku melihatnya kemarin di supermarket memakai pakaian itu. Kau tahu kebiasaan gadis Asia macam dia? Mereka jarang mandi.” bisiknya lagi di telingaku.

Aku merasa risih dengan kelakuannya. Aku hanya melotot kearahnya sebagai penggati jawaban “Tutup mulutmu atau aku habisi kau!”

Dan meskipun ternyata cara itu tidak manjur karena dia membalasnya dengan menggerlingkan mata sambil tersenyum-senyum seperti orang gila, aku bisa bernafas lega karena dia berhenti membisikan kekonyolannya itu.

***

Tak kusangka, setelah beberapa hari berselang, aku kembali bertemu dengannya. Dia memang makhluk yang tidak sopan. Kala itu aku sedang duduk membaca buku ditemani setengah lusin doughnuts isi whipped-cream. Dia tiba-tiba duduk di hadapanku dan mencomot doughnut green-tea yang akan aku makan sebagai doughnut terakhir. Aku menatap dia yang menggigit tepian doughnut dengan ukuran besar dengan melotot tak percaya. Dia makhluk dari planet mana?

Dia mengunyah doughnut curiannya itu dengan wajah yang bahagia. Terang saja. Doughnut green-tea adalah doughnut yang paling enak sejagat raya. Tak salah jika aku sebagai penganut ‘save the best for the last’ berniat memakannya sebagai doughnut penutup. Tapi kali ini kenikmatan doughnut tak terkira itu harus aku relakan disantap oleh makhluk yang tak tahu tata krama.

Melihatnya memasukan potongan terakhir kedalam mulut menghenyakan ku dari rasa shock. Aku menutup buku dengan kasar dan mulai menunjukkan rasa terganggu. “Siapapun kamu, sangat tidak sopan mengambil makanan orang lain tanpa izin!”

Dia terlihat kaget selama beberapa detik. Namun dia dapat dengan mudah kembali menunjukan wajah bahagia dengan senyuman paling lebar yang pernah aku lihat.

“Aku rasa kau lupa padaku!” katanya lalu kembali mencoba mencuri doughnut yang tersisa. Aku memukul tangan jahilnya lalu buru-buru menutup kotak doughnut, menyelamatkan makan siangku dari orang barbar pencuri tidak tahu malu.

Dia kembali tersenyum sambil menatapku. “Ijinkan aku mengganggumu hingga akhir bulan, setelah itu kau yang memutuskan apa kau ingin aku terus mengganggumu atau tidak”

Aku hanya mendengus sambil menggeleng-gelengkan kepala. Orang sinting! Mana ada orang yang rela diganggu dan ingin selalu diganggu? Aku tak mau meladeni orang iseng seperti dia! Aku harus segera pergi dari tempat ini!

“Kau benar-benar tak berubah dengan kuncir kuda itu, Ana!” katanya yang membuatku menghentikan langkahku. Bagaimana dia bisa tahu namaku dan kebiasaan kuncir kudaku? Terlebih lagi itu nama panggilan kecilku. Aku membalikkan badan dan menatapnya untuk mendengarkan kalimat lanjutannya.

“Oke, kau mungkin heran bagaimana aku tahu panggilan itu. Tapi yang pasti akan aku buat kau ingat bahwa, pertama, kau yang membuatku terdampar di kota asing ini, kedua kau tidak pernah mengingatku dan ketiga, kau bahkan tak peduli padaku!” dia kini tak lagi duduk di bangku, dia sudah duduk di atas meja.

Aku menyipitkan mataku. Apa aku tak salah dengar? Dia bilang aku yang membuatknya ada di kota ini? aku jelas-jelas tak mungkin bisa membuat seseorang menyusulku yang sedang mengambil gelar masterku di Manchester. “Jangan ngaco orang aneh! Udah pasti kamu orang Indonesia yang tidak  ada hubungannya denganku! Aku sama sekali tidak tahu-menahu kenapa kamu ada disini dan aku merasa aku tidak perlu tahu juga tentang kamu!” aku membalikkan badan dan kembali berjalan menjauhinya. Langkahku terhenti dan aku kembali berbalik untuk mengatakan sesuatu padanya, “Dan tentang tawaran konyolmu itu, aku sama sekali tidak tertarik! Lebih baik kamu menyingkir dan urusi hidupmu sendiri!” 

***

Bagian 1 Tamat

you can find it in kompasiana

Comments

Popular Posts