penjudi yang kapok duluan
Aku memberanikan diri bermain judi. Turut menenggak arak berusaha berbaur
dengan mereka yang sudah lebih dulu tenggelam dalam mabuk. Di tengah waras yang
hampir kalah, aku berpikir bahwa esok mungkin aku akan menjadi gila dengan
segala denyut yang menyiksa kepala. Terlebih aku masih saja terus menurut untuk
menelan literan najis yang terus mereka sodorkan dibalut dusta yang aku tahu
bisa membunuhku kapan saja. Ah, aku tidak tahu seberapa lama tubuh ini akan
bertahan. Semenit-dua menit? Aku yakin bila aku mati, mereka masih berpesta
pora hingg pagi.
Eh, tapi tunggu dulu. Waras ini masih ada meski aku sudah tak bisa
mengontrol fungsi motorikku lagi. Aku masih mampu melihat meski mereka
menertawaiku amatir di permainan yang mereka kuasai sejak lahir. Mereka memeriksa
barang bawaanku, menilai hargaku, dan larut dalam ria merasa sudah mampu
mengalahkanku dalam judi yang mereka ciptakan sendiri.
Aku memilih mempertahankan sedikit waras yang tersisa. Berjanji pada diri
juga semesta tidak akan mau menegak haram itu lagi. Sial untuk mereka, rupanya
Tuhan memilihku dalam permainan ini. Dia menyiapkan kartu bagus yang mampu
membuat mereka bangkrut di ujung tawa ceria. Haha, aku tidak kalah hanya karena
ditaklukan arak dalam mabuk yang menyiksa. Rupanya ini cara Tuhan menunjukkan
kuasanya, atas takdir yang sekehendak hati dia ciptakan bagi makhluknya.
Aku dari dulu percaya dan kini semakin percaya. Tuhan satu-satunya yang
bisa aku mintai pertolongan. Yang aku harus usahakan adalah menjaga sadar ini
bertahan hingga bisa gerakkan tangan dan menunjukkan kartu kemenangan.
Comments
Post a Comment
Free to speak up is still under circumstances, no violence